Abdurrazakasan.blogspot.com - Budaya politik menunjuk pada orientasi dari tingkah laku
individu/ masyarakat terhadap sistem politik. Budaya politik dapat digolongkan
ke dalam tiga tipe, yakni sebagai berikut.
macam macam politik |
1.
Budaya Politik Parokial
Budaya politik ini terbatas pada satu
wilayah atau lingkup yang kecil. Dalam budaya politik parokial, orientasi
politik warga terhadap keseluruhan objek politik dapat dikatakan rendah karena
anggota masyarakat cenderung tidak menaruh minat terhadap objek-objek politik
yang luas, kecuali dalam batas tertentu di tempat mereka tinggal.
Ciri-ciri budaya politik parokial adalah
sebagai berikut.
a.
Budaya politik ini berlangsung dalam masyarakat
yang masih tradisional dan sederhana.
b.
Belum terlihat peran-peran politik yang khusus;
peran politik dilakukan serempak bersamaan dengan peran ekonomi, keagamaan, dan
lain-lain.
c.
Kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat
kewenangan atau kekuasaan dalam masyarakatnya cenderung rendah.
d.
Warga cenderung tidak menaruh minat terhadap
objek-objek politik yang luas, kecuali yang ada di sekitarnya.
e.
Warga tidak banyak berharap atau tidak memiliki
harapan-harapan tertentu dari sistem politik tempat ia berada.
2.
Budaya Politik Subjek
Menurut Mochtar Masoed dan Colin Mac
Andrews (2000), budaya politik subjek menunjuk pada orang-orang yang secara
pasif patuh pada pejabat-pejabat pemerintahan dan undang-undang, tetapi tidak
melibatkan diri dalam politik ataupun memberikan suara dalam pemilihan.
Ciri-ciri budaya politik subjek adalah
sebagai berikut.
a.
Warga menyadari sepenuhnya akan otoritasi
pemerintah.
b.
Tidak banyak warga yang memberi masukan dan
tuntutan kepada pemerintah, tetapi mereka cukup puas untuk menerima apa yang
berasal dari pemerintah.
c.
Warga bersikap menerima saja putusan yang
dianggapnya sebagai sesuatu yang tidak boleh dikoreksi, apalagi ditentang.
d.
Sikap warga sebagai aktor politik adalah pasif;
artinya warga tidak mampu berbuat banyak untuk berpartisipasi dalam kehidupan
politik.
e.
Warga menaruh kesadaran, minat, dan perhatian
terhadap sistem politik pada umumnya dan terutama terhadap objek politik
output, sedangkan kesa- darannya terhadap input dan kesadarannya sebagai aktor
politik masih rendah.
3.
Budaya Politik Partisipan
Menurut pendapat Almond dan Verba (1966),
budaya politik partisipan adalah suatu bentuk budaya yang berprinsip bahwa
anggota masyarakat diorientasikan secara eksplisit terhadap sistem sebagai
keseluruhan dan terhadap struktur dan proses politik serta administratif. Dalam
budaya politik partisipan, orientasi politik warga terhadap keseluruhan objek
politik, baik umum, input dan output, maupun pribadinya dapat dikatakan tinggi.
Ciri-ciri dari budaya politik partisipan
adalah sebagai berikut.
a.
Warga menyadari akan hak dan tanggung jawabnya
dan mampu memper- gunakan hak itu serta menanggung kewajibannya.
b.
Warga tidak menerima begitu saja keadaan, tunduk
pada keadaan, berdisiplin tetapi dapat menilai dengan penuh kesadaran semua
objek politik, baik keseluruhan, input, output maupun posisi dirinya sendiri.
c.
Anggota masyarakat sangat partisipatif terhadap
semua objek politik, baik menerima maupun menolak suatu objek politik.
d.
Masyarakat menyadari bahwa ia adalah warga
negara yang aktif dan berperan sebagai aktivis.
e.
Kehidupan politik dianggap sebagai sarana
transaksi, seperti halnya penjual dan pembeli. Warga dapat menerima berdasarkan
kesadaran, tetapi juga mampu menolak berdasarkan penilaiannya sendiri.
Bagaimana dengan budaya politik di
Indonesia? Ada beragam pandangan mengenai budaya politik Indonesia. Keragaman
pendapat ini dimungkinkan karena persoalan budaya politik itu dilihat dari
sudut pandang yang berbeda. Rusadi Kartaprawira dalam bukunya Sistem Politik di
Indonesia menyatakan adanya beberapa ciri dari budaya politik Indonesia, antara
lain adalah sebagai berikut.
a.
Sifat ikatan primordial masih kuat yang dikenali
melalui indikator yang berupa sentimen kedaerahan, kesukuan, dan keagamaan.
b.
Budaya politik Indonesia bersifat parokial
subjek di satu pihak dan partisipasi di lain pihak.
c.
Ada subbudaya yang banyak dan beraneka ragam.
Hal ini terjadi karena Indonesia memiliki banyak suku yang masing-masing
memiliki budaya sendiri-sendiri.
d.
Kecenderungan budaya politik Indonesia masih
mengukuhi sifat paternalisme dan sifat patrimonial. Sebagai indikator, misalnya
adalah perilaku menyenangkan atasan.
Affan Gaffar (1999) dalam bukunya
Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi mengatakan bahwa budaya politik
Indonesia memiliki tiga ciri dominan yaitu sebagai berikut.
1.
Hierarki yang tegas
Sebagian besar masyarakat Indonesia bersifat hierarkis yang menunjukkan
adanya pembedaan atau tingkatan atas dan bawah. Stratifikasi sosial yang
hierarkis ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara penguasa dan rakyat
kebanyakan. Masing-masing terpisah melalui tatanan hierarkis yang sangat ketat.
Dalam kehidupan politik, pengaruh stratifikasi sosial semacam itu antara lain
tercermin pada cara penguasa memandang dirinya dan rakyatnya. Mereka cenderung
merendahkan rakyatnya. Karena penguasa sangat baik, pemurah, dan pelindung,
sudah seharusnya rakyat patuh, tunduk, setia, dan taat kepada penguasa negara.
Bentuk negatif lainnya dapat dilihat dalam soal kebijakan publik. Penguasa
membentuk semua agenda publik, termasuk merumuskan kebijakan publik, sedangkan
rakyat cenderung disisihkan dari proses politik. Rakyat tidak diajak berdialog
dan kurang didengar aspirasinya.
2.
Kecenderungan patronage
Kecenderungan patronage, adalah kecenderungan pembentukan pola hubungan
patronage, baik di kalangan penguasa dan masyarakat maupun pola hubungan
patron-client. Pola hubungan ini bersifat individual. Antara dua individu,
yaitu patron dan client, terjadi interaksi timbal balik dengan mempertukarkan
sumber daya yang dimiliki masing-masing. Patron memiliki sumber daya berupa
kekuasaan, kedudukan atau jabatan, perlindungan, perhatian dan kasih sayang,
bahkan materi. Kemudian, client memiliki sumber daya berupa dukungan, tenaga,
dan kesetiaan. Menurut Yahya Muhaimin, dalam sistem bapakisme (hubungan
bapak-anak), ”bapak” (patron) dipandang sebagai tumpuan dan sumber pemenuhan
kebutuhan material dan bahkan spiritual serta pelepasan kebutuhan emosional
”anak” (client). Sebaliknya, para anak buah dijadikan tulang punggung bapak.
3.
Kecenderungan Neo-patrimonialistik
Dikatakan neo-patrimonalistik karena negara memiliki atribut atau
kelengkapan yang sudah modern dan rasional, tetapi juga masih memperhatikan
atribut yang patrimonial. Negara masih dianggap milik pribadi atau kelompok
pribadi sehingga diperlakukan layaknya sebuah keluarga. Menurut Max Weber,
dalam negara yang patrimonalistik penyelenggaraan pemerintah berada di bawah
kontrol langsung pimpinan negara. Adapun menurut Affan Gaffar, negara patrimonalistik memiliki
sejumlah karakteristik sebagai berikut.
a.
Penguasa politik seringkali mengaburkan antara
kepentingan umum dan kepentingan publik.
b.
Rule of law lebih bersifat sekunder apabila
dibandingkan dengan kekuasaan penguasa.
c.
Kebijakan seringkali bersifat partikularistik
daripada bersifat universalistik.
d.
Kecenderungan untuk mempertukarkan sumber daya
yang dimiliki seorang penguasa kepada teman-temannya lebih besar.
Selanjutnya, manakah sesungguhnya
budaya politik Indonesia? Karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang heterogen
atas dasar suku, daerah, dan agama maka di Indonesia terdapat banyak subbudaya
politik. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berprinsip Bhinneka Tunggal Ika
sehingga semua bentuk subbudaya yang ada di Indonesia adalah budaya politik
nasional.
Salah satu aspek penting dalam
sistem politik adalah budaya politik yang mencerminkan faktor subjektif. Budaya
politik mengutamakan segi psikologis dari suatu sistem politik. Demokrasi
Pancasila adalah suatu paham demokrasi yang bersumber pada pandangan atau
filsafat hidup bangsa Indonesia yang digali dari kepribadian bangsa Indonesia
sendiri. Demokrasi Pancasila pada hakikatnya adalah sarana atau alat bagi
bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan Negara sebagaimana telah dirumuskan di
dalam Pembukaan UUD 1945. Budaya Politik Pancasila akan mengarahkan keseluruhan
dari pandangan-pandangan politik, seperti norma-norma, pola-pola orientasi
seperti politik dan pandangan hidup pada umumnya berdasarkan pada nilai-nilai
Pancasila.
Adapun sistem politik Indonesia
sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 1 ayat (2) adalah sistem politik demokrasi,
yaitu kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar.
Budaya politik yang sesuai, selaras, dan sebangun dengan system.
0 komentar: